Sebelum bobo, saya sempetin bikin laporan dulu ni. Besok Sabtu uda full acara.
Langsung aja ya...
Lapet adalah kue kebangsaannya orang Batak. Horas! J
Sebelumnya
kalau disebut Batak, mungkin etnis lain memahami bahwa etnis Batak itu
satu saja. Sebenarnya tidak lho. Ada 5 rumpun etnis Batak. Secara garis
besar kelima rumpun ini disebut Batak karena semuanya memiliki kesamaan
kuat; diantaranya seperti adanya ulos, rumah adat, dan yang paling utama
sistem kekerabatannya
yang sama termasuk sebagian besar bahasanya juga banyak miripnya. Kelima
rumpun
itu adalah Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Karo, Mandailing dan
Pakpak. Semua berasal dari Sumatera Utara.
Bagi orang Batak, beras adalah bahan makanan yang sangat
penting. Tidak hanya karena beras/nasi merupakan makanan pokok, tapi dalam
acara-acara adat, seperti pinangan, pernikahan, kelahiran anak, hingga kematian
orangtua, beras berperan penting dalam berlangsungnya acara adat. Beras
ditaruh di dalam piring lalu kemudian dijemput dengan tangan lalu
ditabur ke arah atas (ke udara) dan mengenai orang-orang yang ada di
sekitarnya. Gerakan menabur beras ini selalu diiringi dengan pepatah
atau petuah terlebih
dulu lalu ditutup dengan “Horas, Horas, Horas.” Bagi teman yang belum
mengerti,
“Horas” itu artinya salam, selamat dan sejahtera. Makanya orang Batak
setiap
bertemu dan sebelum berpisah akan mengucapkan “Horas”. Dalam acara adat
“Horas”
ini dimaksudkan supaya setiap yang hadir di acara adat tersebut diberi
kesehatan, keselamatan dan dilindungi oleh Tuhan.
Dalam prakteknya, beras diaplikasikan sebagai bahan utama
membuat penganan penutup (kue) yang disajikan setelah acara makan selesai dan
ketika waktunya minum kopi atau teh sambil melanjutkan percakapan yang biasanya
selalu panjang dan lama. Apalagi dalam acara pernikahan orang Batak yang tak
kelar dari subuh hingga jam 8 malam.
Bicara tentang kue tradisionalnya orang Batak ini, saya ingin
memperkenalkan “Lapet dan Pohul-Pohul.” Bahannya sederhana saja, tepung beras, kelapa parut dan
gula. Namun dalam pembuatannya bisa divariasi dengan tepung ketan dan gula,
baik gula pasir, gula merah atau aren. Yang unik dari kue
tradisional Batak ini adalah namanya yang banyak. Di satu daerah
Batak seperti di Toba lebih dikenal dengan sebutan ombus-ombus, di
daerah
Batak Simalungun lebih dikenal dengan lapet. Dari jawaban-jawaban
pertanyaan
yang saya peroleh, perbedaan nama-nama ini hanya berdasarkan bentuk kue
yang
dibuat. Ada yang menyebutnya “pohul-pohul” karena kue yang dibentuk
dengan
cetakan tangan. Caranya adonan digenggam sambil ditekan dengan menutup
semua
jari tangan, sedemikian hingga tekanan dari jari-jari tangan membentuk
kurva-kurva yang menarik pada adonan. Ada lagi yang menyebutnya
“dolung-dolung”
untuk kue yang dibentuk bulat-bulat lalu tengahnya diisi dengan parutan
gula
merah. Persisnya seperti klepon yang diisi gula merah. Lalu ada lagi
sebutan “ombus-ombus”
yang tak lain bentuknya sama dengan “lapet.” Dengan bantuan Inang
(Ibunda) tercinta
akhirnya saya bisa juga menaklukkan cara membuat lapet ini. Pertama
sekali saya
membuat lapet ketika dulu di bangku SMP. Ingat sekali saat itu akan ada
acara
ibadah gereja di rumah. Ibu sayapun membuatnya. Setelah itu tak pernah
lagi membuat lapet. Baru di event ini terpikir untuk membuat lapet
kembali.
Tantangan membuatnya hampir tidak ada kecuali dengan perasaan dan
sentuhan
tangan. Kepulenan dan kelegitan lapet ini terletak pada kelapa parutnya.
Kelapa
yang dipakai haruslah yang setengah tua. Kalau kelapanya terlalu tua,
lapetnya
akan terasa kurang lembut dan serat kelapa terasa kasar. Kelapa yang
setengah
tua ideal untuk membuat lapet ini. Cukup manis dan legit serta lembut
dikunyah.
Berikut bahannya:
1. 500 gr tepung beras (direndam sekitar 3-5 jam) lalu
digiling dan diayak halus hingga
menjadi tepung beras
2. 1/2 butir kelapa setengah tua, parut halus
3. 200 gr gula pasir yang halus (castor sugar) atau
sesuaikan dengan rasa manis yang
diinginkan
4. 1 bungkus Vanili
5. 1/2 sdt garam
Cara Membuat:
Ayak tepung beras hingga benar-benar halus. Lalu kukus
kira-kira 10 menit. Dinginkan dan hancurkan dengan cara disuir dengan garpu
hingga tidak ada yang menggumpal. Setelah itu dalam wadah yang lebar (biasanya
tampah yang sudah dialas daun pisang), campur kelapa parut, gula pasir, vanilli
dan garam. Dengan kedua tangan yang sudah dicuci bersih, aduk semua bahan dan
pastikan tidak ada gumpalan. Setelah diaduk sekitar 15-20 menit, campuran
tepung beras akan terasa berminyak apabila dijemput dengan ketiga jari pertama.
Itu artinya adonan sudah siap dibentuk.
Cara Membentuk:
Lapet
Ambil daun pisang yang sudah dipotong-potong selebar 20 cm
dari sisi dalam keluar lalu uapkan sebentar dengan uap dari air mendidih agar
tidak mudah patah. Satukan sisi kiri kanan daun dengan cara melipatnya ke
bagian tengah untuk membentuk kantong persegi di satu sisi. Sisi daun yang
dilipat akan membentuk kerucut di ujungnya. Lalu isilah kantong yang terbentuk
dari lipatan daun tersebut dengan adonan sebanyak satu-dua sendok makan,
tergantung besar lapet yang diinginkan. Selanjutnya lipatkan daun dari sisi
yang paling pendek menutup adonan lalu luruskan sisa daun hingga ke ujung-ujung
lipatannya, lalu lipat kearah dalam untuk menutup sisa bagian yang terbuka dan
sematkan ke dalam sehingga lapet bisa berdiri dengan sisi datar lipatan daun
yang disematkan sebagai dasarnya.
Pohul-Pohul
Untuk membentuk pohul-pohul, cukup ambil dua
sendok makan adonan lapet dan taruh di telapak tangan lalu tekan seperti
meremas hingga adonan menggumpal dan buku-buku jari Anda tercetak dalam adonan
yang membentuk lengkungan genggaman tangan tersebut.
Kukus lapet dan pohul-pohul selama 45 - 1 jam hingga matang.
Saya lebih suka lapet apalagi dimakan hangat-hangat karena
daun pisang pembungkus memberi aroma yang lebih khas hingga rasanya lebih
enak dibanding pohul-pohul walau dibuat dari bahan dan adonan yang sama. Sekian laporan saya.
Diatei Tupa, Mauliate, Mejuah-Juah Tri Host yang baik hati. Selamat Malam baik juga:-)
Horas semuanya,
Trinitati Saragih
Horas dihamu sasude, hira ni tabo hu bereng masakanmi.
BalasHapusHoras,
Dapur Palma